Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting untuk memastikan penanganan yang tepat dan menghindari komplikasi serius yang dapat mengancam jiwa. Pemeriksaan penunjang memainkan peran vital dalam proses diagnosis DBD. Artikel ini akan membahas berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis DBD dengan tepat.
Hitung Trombosit:
Penurunan jumlah trombosit adalah salah satu ciri khas DBD. Oleh karena itu, pemeriksaan hitung trombosit dalam darah merupakan langkah penting dalam diagnosis awal DBD. Penurunan jumlah trombosit yang signifikan menjadi petunjuk kuat untuk menduga keberadaan infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Hematokrit (HCT):
Pemeriksaan hematokrit mengukur volume sel darah merah dalam darah. Pada kasus DBD, peningkatan hematokrit yang signifikan dapat mengindikasikan dehidrasi akibat plasma yang bocor ke dalam ruang ekstraseluler. Kenaikan hematokrit juga dapat menandakan kebutuhan akan cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi yang disebabkan oleh DBD.
Pemeriksaan Serologi:
Pemeriksaan serologi, seperti uji enam-antigen atau enam-antibodi, dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus dengue dalam darah pasien. Metode ini melibatkan deteksi antigen virus dengue atau antibodi yang dihasilkan sebagai respons terhadap infeksi virus. Hasil positif dari pemeriksaan serologi dapat membantu memperkuat diagnosis DBD.
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction):
PCR adalah metode molekuler yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan DNA virus dengue dalam sampel darah pasien. Metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi dan dapat mendeteksi virus dengue bahkan pada tahap awal infeksi. PCR dapat menjadi alat bantu penting dalam mendiagnosis DBD secara dini.
Pemeriksaan Imunoserologi (IgM dan IgG):
Pemeriksaan IgM dan IgG dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh tubuh sebagai respons terhadap infeksi virus dengue. IgM biasanya muncul dalam beberapa hari pertama setelah gejala muncul, sementara IgG muncul beberapa minggu kemudian. Peningkatan titer antibodi IgM dan IgG dapat membantu memastikan diagnosis DBD.
Pemeriksaan Fungsi Hati:
Pemeriksaan fungsi hati dilakukan untuk memantau kerusakan hati yang dapat terjadi pada kasus DBD yang parah. Peningkatan enzim hati seperti SGOT (serum glutamat oksalat transaminase) dan SGPT (serum glutamat piruvat transaminase) dapat menjadi indikasi kerusakan hati akibat DBD.
Kesimpulan:
Pemeriksaan penunjang memegang peran penting dalam mendiagnosis DBD dengan tepat dan memastikan penanganan yang sesuai. Kombinasi berbagai jenis pemeriksaan, seperti hitung trombosit, pemeriksaan serologi, PCR, dan pemeriksaan fungsi hati, seringkali diperlukan untuk mengonfirmasi diagnosis DBD. Dengan menggunakan pendekatan yang holistik dan memanfaatkan berbagai jenis pemeriksaan penunjang, diharapkan deteksi dini dan penanganan DBD dapat dilakukan secara efektif untuk mengurangi angka kematian dan komplikasi yang disebabkan oleh penyakit ini.