Challenges for Extension Workers to Revive Passion for Tiger Prawn Cultivation

4 min read

Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu spesies udang di Indonesia yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan devisa negara. Budidaya udang windu mulai berkembang di beberapa daerah di Indonesia. Saat ini hampir di semua wilayah memiliki usaha budidaya udang windu. Sentra budidaya udang Windu terletak  di  provinsi  Jawa  Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Akan tetapi, perkembangan usaha budidaya udang windu tidak sepopuler udang vannamei. Rata-rata pendapatan yang diperoleh produksi tambak udang vannamei lebih tinggi dibandingkan rata-rata pendapatan produksi tambak udang windu. Rata-rata pendapatan petambak udang vannamei sebesar Rp. 686.079.773,-/Ha per produksi, dan rata-rata pendapatan udang windu sebesar Rp. 664.675.191,-/Ha per produksi. Beberapa keunggulan udang vannamei, yaitu pemeliharaannya yang relatif mudah, mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif cepat dan tahan penyakit (Andika., 2017)

Permasalahan yang sering dihadapi oleh pembudidaya udang windu hingga kini yaitu terkendala oleh penurunan hasil produksi pembenihan ataupun pembesaran. Tingkat pertumbuhan yang lambat dan mudah terserang penyakit terutama infeksi virus masih menjadi momok bagi petambak (Saifuddin dan Tantra., 2009). Budidaya udang windu yang didominasi oleh petambak tradisional. Mengindikasikan bahwa dalam pelaksanaannya memprioritaskan pakan alami daripada pakan buatan. Biaya pakan yang mahal dapat memperbesar pengeluaran petambak.

Udang windu memiliki tingkat kelangsungan hidup larva yang rendah. Disebabkan oleh rendahnya penyerapan nutrisi sebagai akibat dari struktur organ pencernaan masih sederhana. Maka dari itu, belum sempurnanya  kinerja enzim dan hormon (Budi dan Akmal., 2021). Tingginya potensi serangan infeksi bakteri dapat terjadi pada tahap larva. Kasus yang sering terjadi yaitu infeksi bakteri Vibrio harveyi. Infeksi bakteri tersebut dapat menyerang udang stadia zoea, mysis dan awal pascalarva menyebabkan penyakit vibriosis yang dapat menghambat pertumbuhan  larva (Widanarni dkk., 2008).

Permasalahan dalam tahap pembenihan dapat mempengaruhi tahap pembesaran. Apabila, produksi larva berkualitas rendah akibatnya udang mudah terserang patogen sehingga diperlukan pemeliharaan yang lebih intensif di tambak. Patogen yang dapat menginfeksi pada tahap pembesaran di tambak umumnya yaitu parasit Epistylis sp,  Zoothamnium sp, Acineta sp, Lagenophrys sp, dan Vorticella sp. Parasit tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan pernapasan udang karena tumbuh di kaki renang, kaki jalan, bahkan menyelimuti seluruh tubuh udang. Jenis bakteri yang menyerang udang yaitu Vibrio sp.  Ancaman virus, seperti MBV, YHV, HPV, dan WSSV yang menyebabkan bintik putih pada udang dan  masih menjadi momok bagi para petambak.

Kehadiran patogen di perairan tidak timbul dengan sendirinya, melainkan faktor kualitas air tambak menjadi penentu keberhasilan budidaya. Kualitas air memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup organisme di dalamnya. Terutama pada usaha budidaya perikanan, karena air sebagai media hidup hewan budidaya. Manajemen kualitas air yang harus diperhatikan secara rutin meliputi kadar pH, salinitas, alkalinitas, suhu, kecerahan, nitrit, nitrat, amonia, dan Total Organic Matter (TOM). Parameter kualitas air tersebut menjadi tolak ukur para pembudidaya untuk memberikan perlakuan pada air tambak. Mulai dari pemberian probiotik, penambahan pupuk, kaporit, serta pengurangan air tambak. Hal tersebut penting untuk dilakukan agar pertumbuhan patogen di perairan dapat terhambat (Atmomarsono., 2004).

Tantangan yang mengancam pembudidaya Udang Windu tidak dapat diselesaikan secara mandiri oleh pelaku utama. Sebab itu, memerlukan peran penyuluh untuk membimbing dan mengarahkan kepada solusi yang harus dilakukan agar mendapat hasil optimal. Semangat para penyuluh melalui kegiatan penyuluhan memberikan dampak besar pada pembudidaya. Penyuluh berperan untuk memberikan rancangan dasar budidaya sehingga pembudidaya lebih mudah untuk melakukan kegiatan budidaya. Penyuluh dapat memfasilitasi pembudidaya dalam permodalan usaha. Hal ini dilakukan oleh penyuluh dengan cara memberikan pendampingan kepada para petambak untuk mengajukan modal usaha di lembaga permodalan seperti LPMUKP (Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan Perikanan).

LPMUKP berperan membantu petambak dalam masalah finansial atau permodalan, sehingga petambak tidak mengalami masalah keuangan. Melalui penyuluh petambak lebih mudah untuk mendapatkan bimbingan teknis terkait penanganan permasalahan yang sering terjadi dalam budidaya udang Windu. Penyuluh dapat dikatakan sebagai guru bagi para petambak. Memberikan arahan teknis secara langsung di lapangan terkait permasalahan kualitas air, penyakit, pembenihan, dan pembesaran udang windu. Tidak hanya itu penyuluh dapat membimbing secara teknis para petambak untuk mengembangkan sistem budidaya yang telah dijalankan. Adapun saat ini dengan mereformasi tambak tradisional menjadi semi intensif hingga intensif. Budidaya yang intensif dapat meningkatkan produksi udang windu karena kualitas air, kesehatan, dan manajemen pemberian pakan lebih terkontrol. Melalui bimbingan penyuluh petambak dapat lebih memahami bagaimana mengelola budidaya udang Windu yang baik dan benar sehingga produksi terus meningkat dan udang windu tetap menjadi komoditas ekspor unggul yang tidak kalah dengan udang vanamei

Daftar Pustaka

Andika, A. 2017. Analisis Perbandingan Pendapatan USAhatani Udang Windu dan Udang Vannamei secara Intensive di Desa Beurawang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Jurnal Sains Pertanian, 1(8), 210800.

Aprilia, E. D., Nurfitriana, N., & Yuniarti, T. (2021). Analisis Permasalahan Usaha Perikanan di  Kecamatan  Cibinong,  Kabupaten  Bogor,  Provinsi  Jawa  Barat.  Jurnal  Penyuluhan  Perikanan Dan Kelautan, 15(2), 207–226.

Widanarni, W., Sukenda, S., & Setiawati, M. (2008). Bakteri probiotik dalam budidaya udang: seleksi, mekanisme aksi, karakterisasi, dan aplikasinya sebagai agen biokontrol. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 13(2), 80-89.

 

Penulis: Diva Desmieta (Mahasiswa S1 Akuakultur SIKIA)

Editor: Avicena C. Nisa

source
https://unair.ac.id/

You May Also Like

More From Author