LJMU Students Learn Nutritional Anthropology Material before Tasting Banyuwangi Culinary

4 min read

BERITA SIKIA – Sejumlah mahasiswa Liverpool John Mores University mengikuti kegiatan student mobility di Sekolah Ilmu Kesehatan dan Ilmu Alam Universitas Airlangga (3-8/07/2023). Setiap program studi di SIKIA diberi kesempatan mempresentasikan keunggulan bidang keilmuannya. Adapun prodi Kesehatan Masyarakat mengenalkan konsep antropologi gizi kepada mahasiswa LJMU. Mengenali peran makanan lebih dari sekedar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia belaka. Makanan berperan terhadap perkembangan sosial kebudayaan.

Makanan menunjukkan entitas budaya tiap daerah

Makanan yang diterima oleh entitas kelompok tertentu, belum tentu diterima pula oleh kelompok lainnya. Ini berhubungan dengan sumber pangan yang biasa dikonsumsi. Septa Indra Puspikawati, S.K.M., M.PH dan Susy Katikana Sebayang, SP., Msc.,PhD. memberi contoh sajian Balut asal Filipina. Balut merupakan embrio telur unggas (biasanya bebek) yang diinkubasi selama 14 sampai 21 hari kemudian direbus. Di negara asalnya Balut sangat biasa dikonsumsi, namun tidak di Indonesia atau wilayah lain. Ketika ditunjukkan gambar Balut ekspresi sebagian besar mereka menunjukkan jijik dan tidak ingin memakannya.

Pengenalan aneka jajanan dan buah yang musim di Banyuwangi kepada mahasiswa LJMU

Tidak hanya presentasi tentang kuliner daerah, mahasiswa LJMU dikenalkan secara langsung makanan khas Indonesia khususnya Kabupaten Banyuwangi. Kuliner tersebut diantaranya botok tawon, onde-onde, pala pendem (ubi jalar, kacang tanah, kentang), lanun, lupis, buah naga, mangga, salak, dan durian. Sebagian besar dari mereka mengungkapkan bahwa baru pertama kalinya mencicipi makanan tersebut. Hanya beberapa orang yang berani mencicipi botok tawon.

Sandra, mahasiswa LJMU mengatakan kalau rasa botok tawonnya manis dan sedikit pedas.

Mahasiswa LJMU menikmati ragam jajanan populer disalah satu rumah warga Desa Adat Kemiren

Dari semua yang disajikan yang paling mereka sukai adalah kacang tanah. Jajanan populer anak sekolah seperti, sotong, cimol, tahu bulat, dan tela-tela juga ikut disajikan. Makanan ringan tersebut ternyata juga dapat diterima oleh mereka. Ragam panganan seperti kucur, onde-onde, tape butut, puding jagung, kue abon, nasi tempong, tempe, dan pecel pitik. Semua makanan yang disajikan tentu memiliki manfaat nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Lebih dari itu, makanan juga memiliki fungsi sosial.

Fungsi sosial makanan

Makanan erat kaitannya dengan kehidupan sosial manusia. Banyak kegiatan yang menjadikan makanan sebagai parantara untuk manusia saling bersosialisasi. Bahkan, hampir semua kegiatan melibatkan makanan sebagai momen pemersatu. Saat ditanyai apa saja fungsi sosial makanan, dua mahasiswa LJMU menjawab makanan sebagai sarana perayaan dan komunikasi. Makanan sebagai sarana perayaan misalnya nasi kuning atau kue tart yang identik dengan peringatan ulang tahun. Makan malam bersama dapat meningkatkan keintiman komunikasi antar individu dan anggota kelompok.

Pecel pitik dan nasi tempong yang merupakan makanan khas Banyuwangi

Selain dua fungsi yang telah disebutkan, fungsi lain makanan sebagai alat mempengaruhi, simbol status/ prestige, identitas budaya, arti religius, alat tukar, dan fungsi gastronomi. Pada level kepala negara makanan menjadi alat pengaruh atau lobi kepentingan yang saling memengaruhi. Nasi tempong menjadi identitas budaya Banyuwangi dengan ciri khas sambel uleg mentahnya yang tidak ditemui ditempat lain. Di sisi religius, makanan menjadi bagian dari ritual kepada Tuhan, seperti slametan atau sesajen yang ada di altar persembahan pada agama tertentu. Beberapa makanan menjadi simbol status yang dapat menaikkan prestige orang yang mengonsumsi. Misalnya daging sapi dianggap prestige dari pada tempe, meskipun tempe memiliki nilai gizi tidak kalah dengan daging. Fungsi gastronomi makanan adalah sebagai penggugah selera makan. Makanan memunculkan bau-bau sedap yang dapat menambah keinginan untuk makan (nafsu makan). Terakhir, makanan yang berfungsi sebagai alat tukar contohnya barter ayam dengan beras

Pengalaman mahasiswa LJMU cicipi kuliner Banyuwangi

Selama berada di Banyuwangi mereka diminta untuk mengamati hal yang berbeda antara Banyuwangi dan negara asalnya. Sebagian besar dari mereka mengungkapkan bahwa mereka lebih banyak makan nasi dari biasanya. Padahal di Inggris makan nasi hanya untuk hidangan tertentu saja. Mereka mengungkapkan baru pertama kalinya makan menggunakan tangan kanan dan makan duduk bersila dibawah. Di negara mereka makan menggunakan garpu, sedok, dan pisau serta makan di meja makan.

Makanan yang ada di Banyuwangi terbuat dari bahan-bahan lokal yang ada disekitar dan selalu dalam keadaan segar, berbeda dengan makanan yang sehari-hari mereka makan yaitu “processed food”. Secara keseluruhan mereka sangat menikmati makanan yang ada di Banyuwangi utamanya makanan tradisional. Lebih lanjut mereka sangat ingin untuk mengeksplore lebih dalam lagi makanan trafisional tersebut.

Penulis: Septa Indra Puspikawati (Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat)

Editor: Avicena C. Nisa

source
https://unair.ac.id/

You May Also Like

More From Author